Bukan Inter Milan atau Lazio yang benar-benar bisa mengganggu Juventus di Serie A musim ini, apalagi AC Milan atau AS Roma. Benar, musim ini adalah musimnya Atalanta, tim yang penuh kejutan.
Saat ini Atalanta ada di peringkat ke-2 klasemen sementara Serie A dengan 74 poin. Unggul satu poin dari Inter Milan, dan tertinggal 6 poin dari Juventus.
Atalanta mulai diperhatikan dunia ketika mewujudkan mimpi mereka di Liga champions, Februari 2020 lalu. Saat itu mereka mengalahkan Valencia 4-1 pada duel leg pertama 16 besar Liga Champions 2019/20, San Siro.
Mereka pun berhasil melangkah ke perempat final, dan bakal menghadapi PSG pada duel satu leg, pertengahan Agustus nanti. Jelas, tidak ada yang menduga pasukan Gian Piero Gasperini ini bisa melaju sampai fase gugur.
Atalanta mulai berani bermimpi ketika keberuntungan membantu mereka di fase grup Liga Champions musim ini. Mereka tergabung di Grup C bersama Manchester City, Shakhtar Donetsk, dan Dinamo Zagreb.
Tidak ada yang menduga Atalanta bisa menemani Man City ke fase gugur. Mereka menelan tiga kekalahan, satu hasil imbang, dan dua kali menang.
Untungnya, Shakhtar dan Zagreb tidak benar-benar konsisten di Liga Champions. Atalanta menutup klasemen dengan 7 poin di peringkat ke-2, unggul satu poin dari Shakhtar dan dua poin dari Zagreb.
Lolos ke fase gugur sudah dianggap sebagai sejarah besar untuk Atalanta, publik Bergamo berpesta. Lalu, keberuntungan lagi-lagi memihak mereka. Pada undian fase gugur, Atalanta dipertemukan dengan Valencia.
Tim Spanyol itu tidak lemah, tapi jelas bukan favorit juara. Atalanta setidaknya menghadapkan lawan yang selevel, Valencia pun demikian.
Bicara pengalaman di Liga Champions, Valencia jauh lebih baik dengan pengalaman segudang. Bagi Atalanta, Liga Champions adalah medan baru, mereka tidak tahu apa pun tentang duel fase gugur.
Bermodalkan kemenangan di fase grup, Atalanta perlahan-lahan memahami betapa sulitnya Liga Champions. Setiap pertandingan sulit, tapi pasukan Gasperini sudah terbiasa menghadapi tim-tim kuat di Italia.
Atalanta adalah tim dengan bahan bakar semangat juang luar biasa. Mereka bisa mengubah taktik tiba-tiba demi memenangkan pertandingan.
Yang perlu diingat adalah dongeng Atalanta ini tidak dipengaruhi oleh faktor miliarder, Atalanta tidak punya pemilik klub sekelas konglomerat. Beban gaji Atalanta bahkan tidak masuk dalam top 10 Serie A.
Keberhasilan lolos ke 16 besar membuat mereka mendapatkan aliran dana ekstra sebesar 50 juta euro, total beban gaji mereka hanya di angka 36 juta euro.
Kesuksesan Atalanta lebih disebabkan oleh gaya-gaya sepak bola lama. Karena uang yang terbatas, mereka harus pintar-pintar mencari bakat, bersabar, melatih dengan cerdas, dan berinvestasi.
Akademi Atalanta dipuji sebagai salah satu sumber talenta terbaik di Italia. Lalu, ada sosok Gasperini yang patut dipuji karena mampu memaksimalkan potensi timnya.
Barisan talenta terbaik Atalanta muncul ke permukaan pada musim 2016/17. Pemain-pemain seperti Franck Kessie, Mattia Caldara, dan Roberto Gagliardini membantu Alanta menembus zona Eropa setelah absen hampir selama 30 tahun terakhir.
Saat itu pun Atalanta diperkuat pemain berbakat lainnya seperti Leonardo Spinazzola dan Bryan Cristante. Lalu, setahun berselang, sebagian besar nama-nama itu dijual dengan harga mahal.
Kehilangan bakat tidak membuat Atalanta kesulitan, justru sebaliknya. Mereka bisa memanfaatkan uang hasil penjualan untuk memperkuat skuad, menjaga kestabilan akademi, dan hasilnya bisa terlihat sekarang.
Yang tak kalah istimewa, Atalanta ternyata punya stadion sendiri, bukan menyewa kepada pemerintah Italia. Hanya ada empat klub yang memiliki stadion sendiri di Serie A, salah satunya Atalanta.
Hal-hal inilah yang memperkuat fondasi klub, mulai dari akademi, stadion, dan tentunya pelatih. Gasperini mungkin bukan genius taktik, tapi dia tahu caranya memaksimalkan jebolan akademi.
Atalanta perlahan-lahan dibentuk menjadi klub besar. Calon raksasa Italia di masa depan.
Komentar